Jurnal Pendidikan (4)

September 14, 2008

Islamic Study Group untuk Siswa Sekolah Indonesia Riyadh

Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Riyadh kembali meluncurkan programnya yang baru yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas keislaman para siswa Sekolah Indonesia Riyadh. Kegiatan yang diberi tajuk Islamic Study Group (ISG) dirancang dengan model mentoring dengan dibimbing oleh para mahasiswa anggota PPMI.

Peluncuran ISG dilakukan melalui acara studium general yang diselenggarakan di Aula Sekolah Indonesia Riyadh pada tanggal 31 Juli 2008. Materi ceramah studium general disampaikan oleh Nurhadi Sukma Waluyo (mahasiswa S2 Teknik Mesin KSU) dan Alan Soffan (mahasiswa S2 Pertanian KSU) dengan tema masing-masing “Pelajar Muslim Prestatif” dan “Urgensi Pembinaan Muslim”. Acara yang dihadiri pula oleh Kepala Sekolah, Guru, serta Wali Murid SIR berjalan sangat menarik. Seluruh 40 siswa tampak antusias mengikuti acara dan permainan yang dibimbing oleh pembawa acara Eldwin dan Lalu Nofian Hadi.

Kegiatan mentoring ISG selanjutnya dilaksanakan dua pekanan selang-seling antara putra dan putri. Baik siswa putra dan putri dikelompokkan menjadi tiga kelompok mentoring yang dibimbing oleh para mahasiswa KSU. Mentoring dengan materi-materi keislaman dengan pendekatan anak muda tersebut tampak berjalan dengan akrab dan komunikatif. Kegiatan ini direncanakan diselenggarakan secara kontinyu. Pada tahap pertama akan diselesaikan untuk satu semester ke depan.

Kopi Pagi (2)

September 13, 2008

Kanan ke Kiri

Alkisah, seorang manajer pemasaran produk minuman ringan di wilayah Timur Tengah disemprot direktur utama perusahaan karena gagal memasarkan produknya. Sang Direktur sangat marah karena produk tersebut amat laku dijual di berbagai belahan dunia lainnya.

Sang Direktur bertanya, “Kenapa kamu gagal menjual di Timur Tengah?”.

Si Manajer membela diri dengan mengatakan, “Itu semua gara-gara iklan bergambar yang Bapak buat!”

Dipersalahkan begitu, Sang Direktur pun naik pitam, “Dengar, iklan itu adalah iklan terbaik yang pernah saya buat. Gambar adalah bahasa universal yang diterima semua bangsa. Siapapun dengan gampang mencerna iklan kita!”

Sambil menunjukkan poster iklannya, Sang Direktur menjelaskan, “Nih lihat gambar paling kiri, gambar orang sekarat karena kehausan di gurun pasir. Gambar kedua, dia minum minuman kita. Gambar terakhir, dia bangun dengan kondisi yang segar bugar! Orang bodoh aja tahu arti gambar seperti itu!”

Si Manajer balas menjawab “Tapi Pak, di Timur Tengah orang membacanya dari kanan.”

Tema Utama

September 13, 2008

Pendidikan yang Memerdekakan

Pengembangan Diri

September 13, 2008

Mengefektifkan Hidup [Bagian 1]

Berapa umur anda saat ini? Pernahkah kita merenungi berapa banyak prestasi hidup yang telah kita capai hingga saat ini?

Kalau kita masih usia SMA, apa yang membedakan kita dengan teman sebaya kita yang berhasil meraih medali emas Olimpiade Fisika? Kalau kita sedang di bangku kuliah, apa perbedaan kita dengan teman-teman yang telah lulus terlebih dahulu dengan indeks prestasi lebih tinggi? Kalau saat ini kita telah menjadi orang tua, di mana posisi kita dibandingkan dengan keluarga lain yang memiliki sebelas anak yang sebagian di antaranya adalah penghapal Al Qur’an?

Dengan waktu hidup yang sama-sama 24 jam sehari dan dengan modal yang hampir setara sebagai sama-sama orang Indonesia, kunci utama yang membedakan kita dengan orang lain adalah seberapa mampu kita mengefektifkan hidup kita. Pada orang yang efektif, modal waktu dan modal kehidupan lainnya menjadikan hidup yang berkualitas, sedangkan pada orang yang tak efektif, modal yang sama menjadikan hidup mereka biasa-biasa saja. Ada dan tiadanya tidak ada manfaatnya.

Lalu bagaimanakah cara membangun hidup yang efektif. Stephen Covey telah menggariskan prinsip-prinsipnya dalam bukunya yang sangat terkenal “The Seven Habits of Highly Effective People”. Dalam tulisan ini, ide-ide Stephen Covey dirangkumkan secara ringkas.

Segalanya bermula pada karakter. Apa itu karakter? Karakter adalah gabungan dari kebiasaan-kebiasaan kita. Sedangkan kebiasaan adalah aktivitas yang dikerjakan tanpa perlu berpikir dulu. Kebiasaan itu spontan dan apa adanya. Dalam bahasa Islam, karakter itu kita sebut sebagai akhlaq.

Kebiasaan dan karakter biasanya sulit berubah, tetapi sesungguhnya bisa diubah dengan komitmen yang sungguh-sungguh. Kebiasaan (Inggris: habits) yang baik adalah bertemunya pengetahuan (knowlegde), keahlian (skill) dan keinginan (desire). Artinya kita memahami tetang baiknya sebuah kebiasaan, lalu kita memiliki kemauan yang tinggi untuk mewujudkannya, kemudian kita berusaha untuk mampu melaksanakannya dengan disiplin.

Dari mana kita memulai membangun karakter baik itu? Hal pertama yang harus dimiliki adalah prinsip. Prinsip adalah hal mendasar yang menjadi pegangan tingkah laku manusia. Prinsip adalah jalan yang memandu kehidupan seseorang. Prinsip seorang Muslim berbeda dengan prinsip orang yang tak beragama. Prinsip seorang Jawa berbeda dengan prinsip seorang Arab. Prinsip seseorang berbeda dengan prinsip orang lain. Karena itu ada akhlakul karimah yang dimiliki seorang muslim, ada pula karakter orang Sunda yang berbeda dengan orang India, dan terutama karakter kita yang berbeda dengan karakter orang lain. Jadi pertama kali, kita harus menentukan – bahkan menuliskan – prinsip-prinsip hidup kita.

Untuk membangun karakter berdasarkan prinsip kita, menurut Stephen Covey, kita perlu membiasakan tujuh hal.

Pertama, adalah kebiasaan proaktif (be proactive). Proaktif artinya kitalah yang menentukan sikap atau respon kita, bukan orang lain, bukan lingkungan kita. Menentukan bukan dipengaruhi. Respon kita atas sesuatu kejadian adalah pilihan, dan kita harus memilih yang baik. Apabila kita jatuh tersandung, kita bisa memilih : mengucapkan kalimat istirja’ (innalillahi wa inna ilayhi raji’uun) atau malah memanggil binatang-binatang seperti anjing atau kambing. Yang pertama adalah kebiasaan orang baik, yang kedua adalah kebiasaan preman.

Proaktif dipandu oleh visi alias cita-cita pribadi. Kalau kita punya visi yang besar, maka kita tidak mudah terjebak dalam lingkungan yang buruk. Tetangga kita atau masyarakat kita bisa saja punya kebiasaan malas, tapi visi pribadi kita membuat kita proaktif untuk tidak ikut-ikutan mereka. Ya, kita punya cara hidup sendiri. Kita yang mempengaruhi mereka bukan mereka yang mengubah kita. Jadi proaktif adalah sikap mental kita.

Kedua, adalah kebiasaan mulai dari akhir di pikiran (begin with the end in mind). Bahasa gampangnya adalah ‘pikir dulu sebelum berbuat!’. Kita harus punya misi hidup: “Sebenarnya kita hidup untuk apa sih?”. Kebiasaan ini akan yang menentukan tindakan-tindakan kita.

Kebiasaan ini adalah kebiasaan yang mendorong ke arah kepemimpinan pribadi. Menjadi pribadi yang mampu memimpin dan mengendalikan terutama diri sendiri. Kebiasaan ini dibangun melalui pernyataan misi hidup kita yang akan memandu kita menentukan fokus menjadi apa dan mengerjakan apa dalam kehidupan kita. Tentu saja, misi hidup kita pun sebaiknya menjadi misi hidup tertulis yang rutin kita baca untuk mengingatkan langkah kita.

Bagaimana membuat misi hidup? Kembalilah kepada prinsip yang kita punya. Ada orang yang berpusat pada harta ‘hidup adalah cari uang’, ada orang yang berpusat pada karir ‘karirku adalah hidupku’, dan ada orang yang berpusat pada orang lain ‘asal bapak senang’. Tapi misi hidup yang benar dibangun dengan berpusat pada prinsip. Apa prinsip hidupmu? Itulah misi hidupmu.

Jika proaktif adalah sikap mental, maka kebiasaan mulai dari akhir pikiran adalah posisi teknis tindakan kita.

Ketiga, adalah kebiasaan dahulukan yang utama (put first things first). Ini adalah manajemen pribadi yang mengatur dan mengelola kebiasaan nomor 1 yang untuk mengimplementasikan dan mengelola kebiasaan nomor 1 yang bersifat mental, dan kebiasaan nomor 2 bersifat fisik. Jika nomor 1 berbunyi “saya adalah seorang programmer”, nomor 2 akan berbunyi “saya menulis program”, maka nomor 3 ini akan berbunyi “saya menjalankan program”.

Kita bisa membagi urusan hidup kita dalam matriks empat kuadran dengan menentukannya sebagai urusan yang urgen (mendesak) atau tidak urgen (tidak mendesak), dan penting atau tidak penting. Urusan yang harus segera untuk ditindak-lanjuti disebut sebagai urusan yang “mendesak”. Sedangkan urusan yang “penting” adalah urusan yang memberikan pengaruh pada misi hidup lebih besar atau sasaran prioritas yang lebih tinggi.

Urusan pada Kuadran I adalah urusan yang penting dan mendesak. Ia biasanya merupakan tugas yang harus diselesaikan, masalah yang harus diatasi, atau krisis yang harus dituntaskan. Contohnya adalah pekerjaan rumah yang harus dikumpulkan esok, atau tugas kantor yang harus dilaporkan hari ini. Kalau sebagian besar hidup kita habis di Kuadran I, artinya kita hidup dengan dikejar-kejar pekerjaan atau masalah. Hidup di Kuadran I seperti bekerja sebagai pemadam kebakaran.

Urusan pada Kuadran III adalah urusan yang tidak penting tapi mendesak. Ini biasanya terjadi karena berhubungan dengan orang lain, seperti adanya panggilan telepon (yang kita tidak tahu untuk apa), email masuk, atau permintaan rapat dan pertemuan yang tiba-tiba. Kita harus hati-hati karena kita seringkali menjadikan hal ini Kuadran I, menganggapnya seolah-olah penting. Padahal sebagian besar barangkali tidak. Hidup pada Kuadran III adalah hidup sok sibuk tanpa arti.

Kuadran IV adalah kuadran pelarian – aktivitas yang tidak penting dan tidak mendesak. Waktu luang seringkali menjebak kita masuk di kuadran ini. Demikian pula kesibukan yang sangat tinggi kadangkala mengajak kita untuk melarikan diri sesaat masuk Kuadran ini. Menghabiskan hidup banyak dalam Kuadran IV adalah menyia-nyiakan hidup.

Orang yang efektif akan keluar dari Kuadran III dan Kuadran IV karena disana tidaklah penting. Mereka akan mengatur untuk menyusutkan Kuadran I sampai memiliki banyak waktu untuk Kuadran II. Urusan pada Kuadran II adalah penting, namun tidak mendesak. Bekerja pada kuadran ini adalah jantung dari manajemen waktu pribadi.

Kuadran II berisi aktivitas yang memiliki tujuan jangka panjang. Belajar, melatih kemampuan, mengembangkan diri, mencari peluang baru, atau merencanakan masa depan. Aktivitas Kuadran II apabila dikerjakan secara kontinya akan membuat perubahan yang amat besar pada hidup kita.

Cara hidup kita akan efektif apabila bagian Kuadran II kita adalah menjadi bagian yang paling luas. Untuk mencapainya pada awalnya, waktu dan energi untuk Kuadran II harus disediakan dari jatah Kuadran III dan Kuadran IV. Tetapi , tapi selanjutnya setelah itu, kita harus menyempitkan pula urusan-urusan di Kuadran I.

Kunci manajemen diri dengan berfokus pada Kuadran II ini ada tiga hal yaitu : buat prioritas hidup, kelola hidup berdasarkan prioritas, dan disiplinkan diri terhadap proritas. Tentu saja prioritas-prioritas itu ditentukan berdasarkan pada kebiasaan 1 dan kebiasaan 2 di atas. Kita bisa mengambil contoh situasi sebagai berikut. Pada suatu waktu kita dihadapkan pada beberapa pilihan: main game, mengecek email teman-teman lama, menyelesaikan tugas yang harus dikumpulkan esok pagi, atau belajar bahasa Arab. Menyelesaikan tugas tentu saja adalah prioritas, dan itu harus dikerjakan sesegera mungkin. Itu adalah Kuadran I. Tetapi main game (Kuadran IV) dan mengecek email teman-teman lama (Kuadran III) bisa kita tunda bahkan abaikan. Belajar bahasa Arab adalah Kuadran II karena kita misalnya telah memiliki visi dan misi hidup untuk memahami Islam sepenuhnya. Bahasa Arab adalah modal untuk mengetahui Al Qur’an dan Hadits, pilar-pilar agama Islam.

Akan tetapi sebenarnya bisa juga main game menjadi Kuadran II. Bagi siapa? Bagi mereka yang menempatkan diri sebagai pemain game profesional, yang memang tujuan hidupnya adalah menjadi pemain terbaik dalam game tertentu misalnya. Ya, karena semua tergantung visi misi hidup dan prioritas yang dimiliki seseorang.

Selain pengaturan prioritas, kunci lain pada manajemen diri di Kuadran II adalah keterampilan untuk mendelegasikan aktivitas. Saat hal-hal di dalam Kuadran II begitu banyak harus dilaksanakan, sebagian dari pekerjaan kita di kuadran lainnya harus didelegasikan dengan baik kepada orang lain atau melalui sarana lain.

Kebiasaan 1, 2 dan 3 adalah sesuatu yang berhubungan dengan diri pribadi atau ke dalam. Kebiasaan ini wujud kemenangan pribadi yang diperlukan untuk berkembangnya karakter pribadi. Selebihnya, Stephen Covey menunjukkan ada Kebiasaan 4, 5 dan 6 yang menjadi wujud kemenangan publik, yaitu bagaimana kita bisa mewujudkan kualitas pribadi yang memiliki hubungan yang baik dengan semua pihak. Kebiasaan-kebiasaan tersebut terkait dengan kerjasama dan komunikasi yang baik. Sedangkan kebiasaan ke 7 adalah kebiasaan yang memandu perbaikan terus menerus keseluruhan kebiasaan kita sebelumnya. Pembahasan kebiasaan-kebiasaan ini akan disampaikan pada edisi berikutnya Insya Allah.

4-kuadran-covey

4-kuadran-covey

7-habits-diagram

7-habits-diagram

Penulis :
Imron Rosyadi
Peneliti dan Mahasiswa S2 Teknik Elektro King Saud University

Dari Redaksi

September 7, 2008

Assalamu alaikum wr. wb.

Pembaca Budiman, selamat berjumpa lagi dengan Buletin PENA. Kali ini redaksi mengusung tema kemerdekaan dalam belajar, yang sebenarnya tema ini bersumber dari dua kegiatan besar di bulan Agustus dan September 2008 – Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-63 dan Bulan Puasa Ramadhan 1429H. Peringatan Hari Kemerdekaan ini secara tidak langsung mengingatkan kita kembali jiwa patriotisme para pahlawan, para syuhada yang membela negeri Indonesia tercinta dari penjajahan. Demikian pula Ramadhan, tentunya banyak hal yang diperoleh dari bulan suci nan mulia ini selepasnya – bulan tempat memperbarui komitmen hidup.

Untuk itu, Buletin PENA menghadirkan dalam Sorotan Utama mengenai kemerdekaan belajar. Artikel “Pendidikan itu Memerdekakan” yang mengulas sejumlah alternatif pendidikan non-formal yang dapat dilakukan masyarakat sebagai model lain pendidikan yang direstui oleh Pemerintah. Dengan artikel ini, keterbatasan “bangku” sekolah ataupun tingginya “uang gedung” bukan lagi menjadi suatu hal yang menjadi ganjalan untuk belajar. Selain artikel di atas, dijumpai pula artikel “Belajar Secara Elektronik, Mengapa Tidak?” menampilkan salah satu model pendidikan menggunakan teknologi Internet yang dilaksanakan oleh DEPDIKNAS – non formal namun dirasa efektif untuk belajar-mengajar jarak-jauh. Tidak ketinggalan, pendidikan Dayah (model Pesantren) pun kini disejajarkan dengan pendidikan formal (SD – SMP – SMA) oleh Pemerintah Nangroe Aceh Darussalam. Informasinya ada pada Sorotan Utama.

Selain itu, ada pula seperti biasanya, banyak artikel yang disampaikan dengan bahasa yang sederhana, seperti: Kolom Refleksi – mengulas bagaimana peran Ramadhan dalam membentuk kepribadian seseorang. Kolom Ilmiah Populer – membahas kewaspadaan tentang segala bentuk penipuan melalui kartu ATM, serta kolom Pengembangan Diri yang membahas tentang bagaimana membangun kebiasaan hidup yang efektif.

Baiklah, tanpa berpanjang kata, halaman sebaliknya kami janjikan lebih menarik dari halaman ini. Sampai jumpa di halaman akhir dari Buletin PENA ini sembari kami tunggu kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya Buletin PENA pada penerbitan mendatang.

Redaksi

Jurnal Pendidikan (3)

September 7, 2008
PPMI Gelar “Pondok Ramadhan” 1429 H
Memasuki bulan Ramadhan tahun 1429 H/2008 M, Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) – Riyadh bekerjasama dengan Sekolah Indonesia Riyadh (SIR) kembali mengadakan Pondok Ramadhan. Acara yang rutin diadakan setiap bulan Ramadhan ini mengajarkan pengetahuan agama secara lebih mendalam kepada para siswa dan siswi SIR. Materi-materi yang diajarkan antara lain: Al-Qur’an dan hadits, akidah dan akhlak, fikih, dan siroh (sejarah). Peserta pondok Ramadhan kali ini adalah siswa-siswi mulai kelas 3 SD sampai SMA yang terbagi menjadi empat kelompok Kelompok I: kelas 3 dan 4, kelompok II: kelas 5 dan 6 SD, kelompok III : SMP, dan kelompok IV: SMA.

Adapun mahasiswa-mahasiswa yang menjadi pembimbing dan tutor pada acara Pondok Ramadhan tahun ini adalah Erwandi Tarmizi, Munir Fuadi, Eko Haryanto, Akhmad Nizaruddin, dan Muhammad Qodri.

Pondok Ramadhan atau yang di Indonesia lazim disebut pesantern kilat (sanlat) dilaksanakan mulai pukul 10.00 hingga pukul 14.15 selama 5 hari yaitu sejak tanggal 6-10 Ramadhan 1429 /6-10 September 2008. Diharapkan setelah mengikuti acara Pondok Ramadhan ini peserta lebih mengetahui, memahami, dan mengamalkan ajaran agama Islam dengan lebih baik.

Refleksi

September 7, 2008

Membangun Mental Bangsa dengan Ramadhan

Ramadhan telah berlalu. Kini segala yang dilarang dilaksanakan pada bulan suci Ramadhan dibolehkan. Makan ketika lapar, minum ketika dahaga, tidak ada larangan lagi selepasnya. Eit, tunggu! Apa yang diperoleh setelah mengarungi diklat 30 hari tersebut? Jangan-jangan hanya lapar dan dahaga? Jangan-jangan kita sambut bulan Syawal laksana ingin segera terbebas dari perlombaan berbuat kebajikan.

Ramadhan laksana kawah candradimuka yang menempa, mendidik, dan mengedukasi jiwa dan pribadi setiap muslim dari tahun ke  tahun. Ramadhan memuat makna-makna iman pada jiwa manusia, mengilhami mereka arti agama yang hanif, dan memantapkan kepribadian Muslim yang hakiki. Ramadhan merupakan sarana yang sangat efektif menghadirkan nilai kebajikan guna menghadapi berbagai tantangan yang muncul di tengah masyarakat.
Diantara nilai-nilai yang bisa diambil dari madrasah ramadhan adalah:

1. Etos kerja
Anggapan umum sebagian orang adalah bulan ramadhan adalah malas-malasan, bulan tidur dan istirahat. Mereka  menjustifikasi kelesuan dan pengurangan jam kerja, penurunan produktivitas, dan kemalasan-kemalasan lainnya, sebagai konsekuensi logis puasa. Apakah ini yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sahabat, dan pendahulu-pendahulu kita? Fakta dan realita sejarah sangat bertolak belakang dengan anggapan ini, sebaliknya bulan ramadhan dan puasa adalah bulan peningkatan etos kerja dan etos juang umat islam. Beberapa contoh konkrit sejarah membuktikan hal ini. Kemenangan perang Badar (2 H/624 M) dan penaklukan kota Mekah (8 H/630 M) di masa Rasulullah saw, begitu juga dengan umat Islam sepeninggal Nabi, kemenangan besar perang Salib oleh Shalahuddin Al-Ayyubi (584 H/1188 M), sukses melawan Tartar pada perang Ain Jalut (658 H/1168 M) dan banyak lagi catatan manis lainnya. Bahkan, bangsa Indonesia sendiri telah menjungkir-balikkan “kesimpulan” keliru di atas dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia, Jum’at 9 Ramadhan 1364 H.
Puasa Ramadhan  mestinya tidak mengurangi kreativitas dan produktivitas kerja. Dengan niat dan tekad yang kuat bahwa puasa adalah kewajiban yang harus dijalani dengan ikhlas dan sabar, insyaallah energi kita tidak akan berkurang karena menahan makan dan minum. Kreativitas dan produtivitas inilah yang sangat dibutuhkan bangsa ini untuk bangkit keterpurukannya Berkurangnya semangat kerja karena puasa mungkin disebabkan rendahnya keikhlasan dan kesabaran yang tertanam dalam jiwa kita. Keikhlasan dan kesabaran perlu terus kita tanam dan pupuk agar mengeluarkan energi kerja yang maksimal, meski secara lahir makan dan minum kita berkurang.

2. Disiplin
Ramadhan mendidik kita berdisiplin. Seorang muslim di bulan Ramadhan adalah orang yang paling disiplin dengan waktu. Ketika azan subuh berkumandang ia serta merta menghentikan makan atau minumnya dan juga ketika matahari belum terbenam walau sedetik  ia tidak akan makan, minum atau melakukan apapun yang akan membatalkan puasanya. Hal tersebut dilakukan karena ia tidak ingin puasanya menjadi sia-sia. Kedisiplinan inilah yang perlu ditransfer dalam semua lini kehidupan seorang muslim di setiap  waktu. Seandainya ini terwujud kita tidak akan pernah melihat sampah berserakan, terminal yang kotor dan bau, pelanggaran lalu lintas, keterlambatan pegawai, tawuran, kriminalitas,  dan lain sebagainya. Hidup akan terasa indah, nyaman, dan tentram.

3. Empati dan solidaritas
Ramadhan lewat ibadah puasanya yang bermuatan pesan ‘menahan lapar dan haus’ dari terbit fajar sampai terbenam matahari sudah barang tentu menimbulkan keletihan bagi sebagian orang yang terbiasa makan tiga kali sehari dan ini mengajarkan kita untuk berempati pada
nasib dhu’afa, fakir miskin. Yang hanya untuk sekedar mencari sesuap nasi begitu morat-marit. Saat kita merasakan betapa nelongsonya jadi orang kere maka empati pun timbul. Empati inilah yang mendorong kita untuk mencintai mereka yang lemah. lewat proses ‘merasakan’ kita diajarkan agar tidak memikirkan diri sendiri dan akan tumbuh kecintaan yang tulus pada sesama makhluk Allah swt.
Saat ini kita merasakan bersama bahwa solidaritas sosial masyarakat kita menipis, dan akhirnya muncul berbgai macam konflik. Maka sekali lagi berpuasa akan mendatangkan penegasan yang baru, penegasan bagaimana seluruh kesulitan yang dirasakan umat manusia, lapar, dahaga, haus,  menahan diri, dijadikan Allah sebagai sarana untuk menjadikan solidaritas yang sangat tinggi. Karenanya akhir ramadhan dipungkasi dengan zakat, ini adalah puncak solidaritas.

4. Self control
Bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami krisis moral. Korupsi menjamur, pornografi me’ratulela’, sogok-menyogok membudaya, uang rakyat ditilep dan dihambur-hamburkan, hukum diinjak-injak dan diperjualbelikan, hilangnya rasa keamanan dan keadilan dan berbagai masalah lain. Seluruh masalah tersebut jika tarik benang merahnya bersumber dari hilangnya muraqabatullah atau selalu merasa diawasi Allah. Jika seseorang memiliki sifat muraqabatulah yang baik pasti ia akan memiliki self control yang baik pula. 
Puasa membentuk manusia yang mengoptimalkan kontrol diri (self control). Mengapa? Karena puasa sangat terkait dengan keimanan seseorang. Seseorang bisa saja mengatakan dirinya sedang berpuasa, sekalipun sebenarnya tidak. Oleh karena itu puasa disebut ‘ibaadah sirriyyah (ibadah yang bersifat rahasia). Rahasia antara seorang hamba dengan Al-Kholiq. Sampai-sampai Allah Swt. mengatakan dalam sebuah hadits Qudsi yang sering kita dengar “Kulluu ‘amali ibnu aadama lahu illash-shiyaam. Fa innahu lii wa ana ajzii bihi (setiap amal manusia untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk aku. Dan akulah yang membalasnya)”. Inilah yang dikatakan bahwa puasa akan melatih kita untuk mempunyai tingkat kontrol yang tinggi, baik ketika kita menjadi seorang pemimpin, atau karyawan, ulama’ atau yang lainnya. Kita tidak merasa dikontrol oleh yang lainnya, akan tetapi yang terpenting adalah bahwa kita sadar bahwa kita dikontrol oleh Allah Swt.

Semoga nilai-nilai dan pesan-pesan Ramadhan bisa kita kapitalisasi sebanyak mungkin dan kita realisasikan  dalam kehidupan kita sepanjang tahun dan semoga Ramadhan ini bisa mengantarkan kita menjadi bangsa yang produktif, disiplin, bermartabat , empati, dan optimis dalam menyongsong masa depan yang gemilang.

Artikel Utama (3)

September 6, 2008

Menengok Dunia Pendidikan di Nangroe Aceh Darussalam

Aceh, propinsi di ujung barat pulau Sumatera kini mulai bangkit setelah mengalami konflik berkepanjangan serta terjangan gelombang tsunami di tahun 2004. Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah Aceh kini mulai memanfaatkan kekayaan alam serta pendapatan daerahnya dengan lebih leluasa. Menurut Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar, S.Ag, terkait dengan anggaran tahun 2008, mengatakan bahwa pemerintah Aceh masih memfokuskan 30 persen anggaran untuk pembangunan infrastruktur. Perencanaan pembangunan ini pun telah disosialisasikan pada masyarakat Aceh. Tak segan Pemerintah Daerah Aceh turun ke lapangan untuk menyerap aspirasi serta mensinkronkan dengan program yang dirancang secara normatif. Harapannya, hal ini akan dapat sebesar-besarnya mengakomodasi kepentingan publik yang pada gilirannya akan mempercepat pertumbuhan perekonomian daerah. Selebihnya diutamakan untuk bidang pendidikan. Karena, menurut Pria kelahiran 1973 ini, dunia pendidikan Aceh masih jauh terbelakang bila dibandingkan dengan propinsi lain, apalagi setelah pasca konflik dan tsunami.

“Di bidang pendidikan tentu di bidang umum dan dayah (pendidikan agama/pesantren), semua mendapat fasilitas pemerintah. Tahun 2008 pemerintah menganggarkan 1,5 trilyun untuk pendidikan, prioritas kedua setelah ifnrastruktur. Nilai ini menduduki 30% dari porsi APBD.” Demikian disampaikan Nazar di sela-sela acara ramah-tamah yang diselenggarakan KBRI-Riyadh pada 28 Maret 2008.

“Dan untuk pendidikan Dayah, Pemerintah Aceh menganggarkan sejumlah 177 milyar,” imbuhnya. Suatu sinyal yang baik bagi perbaikan kesejahteraan guru-guru pesantren. Dengan pendanaan yang besar, tentunya pendidikan dayah ini akan semakin baik dan di masa depan akan semakin diminati.

Lebih jauh disampaikan bahwa di tahun 2007, Aceh telah membebaskan murid SD hingga SMTP dari SPP. Di tahun ini, direncanakan untuk membebaskan SPP hingga tingkat SLTA. Demikian pula, beasiswa untuk ke jenjang pendidikan tinggi, — S1, S2 dan S3 — akan ditingkatkan.

Dalam kurikulum pendidikan Aceh, dibenarkan untuk memasukkan kurikulum lokal, nilai-nilai agama, akhlak serta sejarah islami. Peraturan bagi seorang guru pun semakin ketat, seperti larangan merokok bagi seorang guru.

Menurut Nazar, akses terhadap pendidikan di Aceh haruslah merata. Dan Aceh mengenai hal ini di atas rata-rata nasional. Sedangkan berikutnya, yang tak kalah penting adalah kualitas. Hal ini perlu keterlibatan guru, wali, organisasi massa, tokoh masyarakat, serta Pemerintah Daerah. Semua perlu terlibat dalam perputaran roda pendidikan.

Wagub Aceh, Muhammad Nazar, S.Ag ketika berkunjung ke KBRI – Riyadh

Jurnal Pendidikan (2)

September 6, 2008

TKW Indonesia: Bersyukur Aku bisa Melanjutkan Sekolah

Nasib baik bagi ketiga Tenaga Kerja Wanita (TKW) atau sekarang sering pula disebut Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT), Wulan, Lina dan Evi. Ketiganya merupakan siswa Kelompok Belajar Paket-C. Perlu disampaikan, bahwa Kelompok Belajar Paket ini diselenggarakan oleh Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI-Riyadh untuk mengakomodasi mereka yang putus sekolah pendidikan formal, baik tingkat SD, SMP maupun SMA. Wulan, yang telah 4 tahun berada di Arab Saudi ini menceritakan bahwa ia mengetahui program Kejar Paket ini dari teman di Indonesia sewaktu ia pulang cuti. Merasa dorongan untuk melanjutkan belajar sangat kuat, ia pun menanyakan informasi perihal sekolah Kejar Paket ini ke KBRI. Dan gayung pun bersambut ketika harapannya untuk melanjutkan sekolah didukung oleh majikan.
Lain dengan Lina, yang “baru” dua setengah tahun di Arab Saudi, visanya bukanlah visa kerja, melainkan visa sekolah. Perlu diketahui pula, majikan Lina dan majikan Wulan adalah kakak-beradik.
Untuk itu, setiap kamis, mereka diberi kesempatan untuk belajar dari jam 8 pagi hingga jam 2 siang. Sopir majikan pun, warga Bangladesh, senantiasa mengantar mereka untuk belajar.
Ketika ditanya mengenai pembagian waktu kerja dan sekolah, Wulan menyampaikan bahwa ia merasa sulit untuk membagi waktu, karena bekerja hingga pukul 10 malam. Bahkan apabila ada tamu, bisa-bisa bekerja hingga pukul 12 malam.
“Paling Saya belajar waktu pagi, ketika majikan berangkat kerja dan anak-anak majikan sekolah,” ungkap Wulan, PLRT asal Kerawang ini. “Lagipula untuk sekolah kejar paket seperti ini tidak bisa setiap hari apabila ada kesulitan tidak bisa langsung bertanya pada guru.”
Ditanya mengenai harapan setelah sekolah Kejar Paket C, Lina menyampaikan bahwa majikan memberi peluang dua pilihan, bekerja di rumah sakit atau bekerja di kantor.
“Ya, masih belum tahu lah, yang penting belajar dulu…” ungkap Lina.
Memang tidak dapat dipungkiri, untuk pekerjaan-pekerjaan sektor formal diperlukan pula pendidikan formal. Program Kejar Paket ini merupakan satu alternatif yang dapat dipilih bagi masyarakat Indonesia yang hendak melanjutkan pendidikannya secara formal, baik yang telah putus SD, SMP maupun putus SMA. Biaya yang ditanggung pun sangat murah, hanya 50 SR perbulan. Berminat?

Wulan dan Evi sedang belajar mengoperasikan komputer

Artikel Utama (2)

September 6, 2008

Belajar secara Elektronik, Mengapa Tidak?

Salah satu konsep belajar yang memerdekakan pun terlihat di sini. Bayangkan, jarak bukan lagi menjadi kendala untuk belajar. Seorang tentor atau pembimbing di Indonesia dapat berkomunikasi membimbing para Guru SILN (Sekolah Indonesia Luar Negeri) yang bertugas terpencar di berbagai negara. Ya, dengan bantuan teknologi Internet, kini proses belajar-mengajar pun dapat berlangsung jarak-jauh.

Semua guru SILN mulai bulan Juni hingga September 2008 diwajibkan mengikuti program Depdiknas, berupa pelatihan peningkatan kompetensi guru SILN melalui situs http://www.profesiguru.com. Tujuan diadakannya pelatihan online, seperti judulnya adalah untuk meningkatkan kompetensi guru dalam belajar-mengajar.

Proses pembimbingan didasarkan perkelompok yang terdiri dari sekitar 20 guru. Dan saat ini ada 15 kelompok yang masuk dalam program pelatihan. Dari segi waktu, para guru SILN termasuk bebas kapan pun mengakses materi yang diberikan. Hanya saja, tugas-tugas yang harus dikerjakan diwajibkan diselesaikan sesuai dengan jadual yang diberikan.

“Wah, kita kedodoran nih mengerjakan tugas-tugasnya, karena beban mengajar kita pun cukup berat!” Demikian disampaikan oleh peserta pelatihan online ketika dimintai pendapatnya. “Namun, insya Allah program ini bermanfaat bagi peningkatan kompetensi guru.”

Apabila menengok situs tersebut, para guru dibimbing untuk membuat penelitian secara ilmiah hingga pada akhir program diminta untuk menghasilkan proposal dari materi yang diteliti. Benar-benar apabila diikuti petunjuk pelaksanaan ini, tentunya para guru akan memperoleh manfaat yang tak ternilai harganya, karena dengan penelitian ilmiah, pola pikir dan metodologi dalam menyelesaikan masalah dapat kembali terasah… Selamat belajar para guru… jangan lupa kerjakan seluruh PR yang ada…